Jumat, 02 Desember 2011

My Experience About Love

Awan kelabu tergiring bebas di atas langit pagi itu dan matahari tampaknya sudah mulai mengintip dari jendela kamarku. Sinarnya yang menyilaukan membuatku terbangun dari tidur panjangku semalam. Aku menggeliat di atas kasur kesayanganku lalu aku melangkah dengan gusar ke kamar mandi untuk segera mandi dan berangkat ke sekolah. Setelah aku bersiap-siap, aku duduk-duduk dulu di sofa ruang tamu menunggu masakan yang masih dimasak ibu untuk sarapanku sambil membaca majalah. Tidak lama kemudian…
“ Sayang sarapannya sudah siap,” seru ibuku dari dapur.
“ Yach bu aku kesana,” jawabku sambil berlari menuju dapur.
Setelah sarapan, aku mulai berangkat ke sekolah tidak lupa aku juga berpamitan pada kedua orang tuaku. Hari ini tepatnya hari Senin dan pada hari ini juga merupakan hari pertamaku kelas  XI. Sesampai di gerbang sekolah aku bertemu dengan seorang temanku yang bernama Firman. Firman merupakan teman sekelasku pada waktu aku kelas X dan dia itu anak yang paling pendiam di kelas, selain itu dia juga cukup ramah dan baik padaku. Lalu kami berdua segera ke aula untuk melihat pembagian kelas yang baru. Setelah aku tahu kelasku, aku tanya temanku soal kelasnya
“ Man, kamu  kelas XI apa ?” tanyaku pada firman
“ Aku kelas XI IPA 1, kamu sendiri kelas XI apa ?” jawabnya
“ Aku kelas 9XI IPA 4, ya sudah aku masuk ke kelas dulu yach Man ?” kataku lagi
“ Yach, aku juga mau masuk ke kelasku kok !!” jawabnya lagi
Setelah itu kami berpisah. Tidak lama setelah aku masuk ke dalam kelas yang baruku itu, bel masuk pun berbunyi. Setelah itu, masuklah seorang guru yang bagiku cukup sabar, yaitu Bu Rahma. Beliau adalah seorang guru Bahasa Inggris. Beliau menjelaskan bahwa beliau adalah wali kelasku yang baru. Setelah itu Bu Rahma mengabsen kami satu per satu.
Saat Bu Rahma mengabsen kami, aku mendengar Bu Rahma memanggil seorang anak yang bernama “Dyandra Dyah Fidelita”. Saat itu juga jantungku berdebar-debar dan hampir copot. Lalu aku segera memalingkan mukaku ke arah anak yang dipanggil guruku itu, dan ternyata firasatku benar, dia adalah anak yang kucintai dan kusayangi selama ini. Bagiku dia adalah seorang anak yang selalu bisa memberi semangat dalam hidupku. Sejak kelas X, aku sudah menyukai dia, tapi mungkin aku hanya bisa memimpikan dia di dalam lelap tidurku. Aku benar-benar bahagia sekaligus tidak menyangka aku bisa satu kelas dengan dia. Lama-lama kami berdua menjadi teman, dari teman curhat, menjadi teman yang dekat sekali. Tanpa kusadari rasa sukaku terhadap dia semakin lama semakin bertambah. Tetapi aku tidak pernah berharap banyak padanya.
Suatu hari, saat jam istirahat aku mengajak dia pergi ke perpustakaan sekolah. Di tempat itu juga aku menyatakan perasaan cintaku padanya yang telah terpendam selama ini.
“Del, boleh nggak aku mengatakan sesuatu?” kataku.
            “Emang kamu mau mengatakan apa?” katanya.
Lalu aku meletakkan kedua tanganku di bahunya, dan berkata…
“Del sebenarnya aku cinta sama kamu, mau nggak kamu menjadi pacarku ? dan detik ini juga aku ingin jawaban dari kamu, kalau kamu menggenggam tanganku yang sebelah kanan berarti kamu menerima cintaku, tapi jika kamu menggenggam tanganku yang sebelah kiri berarti kamu menolak cintaku.” kataku.
            Selang beberapa detik kemudian, dia menggenggam tanganku yang sebelah kanan dan artinya dia menerima cintaku. Hatiku saat itu langsung berbunga-bunga. Aku sangat bahagia karena dia sudah menjadi milikku walaupun belum seutuhnya.
            Sejak aku jadian dengan dia, hari-hariku terasa selalu ceria. Setiap mau tidur pun aku selalu mengucapkan selamat tidur padanya, walaupun itu lewat sms. Moment yang tak terlupakan ialah pada saat hari ulang tahunnya, aku memberikan sebuah kado. Kado itu merupakan barang yang selama ini paling dia sukai tapi tidak pernah ia dapatkan. Moment itu merupakan moment yang paling mengesankan dalam hidupku dalam sebuah percintaan.
            Tapi setelah aku pacaran dengan dia selama satu bulan, aku ada masalah dengan dia. Dia selalu menghindar dari aku dan di dalam kelas pun, dia selalu cuek padaku. Akhirnya ketika pulang sekolah, aku mengajak dia ke aula atas untuk menanyakan tentang sikapnya yang selalu cuek padaku.
“ Yank, sebenarnya apa sih salahku padamu, sampai-sampai kamu selalu menghindar dariku ?” tanyaku.
“ Sebenarnya kamu nggak salah apa-apa kok,” jawabnya sewot.
“ Terus kenapa kamu berubah kayak gitu padaku ?” tanyaku lagi.
“ Karena kamu lupa satu kalimat tentang cinta yang pernah aku katakan padamu,” jawabnya lagi.
“ Kalimat apa itu ?” kataku cepat.
“ Kalimat itu ialah…… cinta yang pasti pada orang lain adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, maka kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dirinya…….”. jawabnya.
“ Jadi menurut kamu, aku tuh sudah berubah menjadi orang lain selama pacaran dengan kamu! Gitu?” kataku tegas.
“ Yach, kamu memang sudah berubah selama pacaran denganku, kamu sekarang sudah berubah menjadi orang yang aku inginkan dan kamu juga sudah berbeda dengan Kifli yang pertama aku kenal dulu,” katanya.
“ Tapi aku melakukan semua ini karena aku cinta padamu. Maka dari itu aku harus merubah jati diriku menjadi jati diri seseorang yang kamu inginkan,” kataku.
“ Yach, aku juga tahu kalau kamu cinta padaku, tapi kamu seharusnya tidak merubah jati dirimu sendiri menjadi jati diri seseorang yang aku ingankan karena jika itu kamu lakukan maka aku hanya mencintai pantulan diriku sendiri yang aku temukan di dalam dirimu,” jawabnya lagi.
“ Yank, sekarang maafin aku yach karena aku sudah mengecewakanmu dengan berubah menjadi orang lain yang akhirnya membuat kamu nggak nyaman.” kataku.
“ Yach sayangku, aku mau kok maafin kamu,” jawabnya.
Setelah itu aku pulang bersama dengan anak yang kucintai tersebut. Ketika sampai di depan rumahnya.
“ Yank, aku pulang dulu yach,” kataku.
“Yaaaa, hati-hati di jalan yach sayangku!” jawabnya.
Tapi, ternyata tidak semuanya berjalan dengan mulus seperti apa yang aku inginkan. Sudah 3,75 bulan aku jalan dengannya. Rasa sayangku masih tetap utuh seperti yang dulu. Namun lama-lama dia semakin jauh dariku. Sebenarnya aku juga takut kehilangan dia, tapi setiap aku tanya kesalahanku pada dia, dia selalu bilang aku nggak punya salah apa-apa ke dia.
Akhirnya pada suatu malam, dia mengajakku ke suatu tempat yaitu taman leci. Aku sangat senang sekali karena penantianku tidak sia-sia, karena pada akhirnya dia mau lagi untuk bicara empat mata denganku. Oleh sebab itu, aku menduga dia akan minta maaf padaku karena sikapnya yang berubah padaku dan mau untuk kembali bersikap normal seperti pacaran biasanya.
Tapi dugaanku salah besar. Dia mengajakku bertemu karena dia ingin putus dariku. Saat itu juga, rasanya sekejap nyawaku hilang, mulutku terkunci dan dada ini terasa sesak sekali. Aku benar-benar tidak menyangka dia mampu berkata itu tanpa alasan yang jelas.
Kenangan yang termanis dan terpahit yang kau berikan akan menjadi pengalaman yang sangat beharga bagiku dalam sebuah percintaan. Delita, aku tidak akan melupakan kenangan ini dan aku akan mengenangmu bersama rasa indah dan lukaku di celah hatiku yang paling dalam. Kata-kata itulah yang sempat terucap di hatiku saat dia pergi meninggalkanku.
Bagiku, mencintaimu adalah hal terindah dalam hidupku. Sampai saat ini aku masih cinta dan sayang padamu. Aku juga selalu berharap untuk bisa mengukir kisah cinta bersamamu lagi seperti yang dulu pernah kita rasakan berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar